Dipandang Tindakan Intoleran dan Provokatif, FPMHD ‘Mesadu’ ke Dewan

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Wayan Adnyana (tengah) saat menerima aspirasi FPMHD, Rabu (21/4).

Denpasar, Diari Bali
Kasus dugaan pencemaran dan penodaan Agama Hindu yang dilakukan Desak Dharmawati lewat ceramah yang meresahkan masyarakat Bali, menjadi perhatian Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma (FPMHD) Universitas Udayana karena dipandang ceramah tersebut menunjukkan sikap intoleran dan bersifat provoktif.

Merasa ternodai, FPMHD melapor dan menyampaikan pernyataan sikap kepada wakil rakyat agar kasus ini dikawal hingga benar-benar tuntas. Kehadiran FPMDA diterima langsung Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Adnyana beserta anggota, Rabu (21/4) tiada lain

Koordinator FPMHD Unud, I Made Agus Risnawan mengatakan sikap bahwa Desak Dharmawati ini telah mengundang keributan. Memecah toleransi yang ada, hingga mengarah ke hal yang provokatif, dan mengancam kutuhan negara.

Kata Risnawan, negara ini tidak dibangun oleh agama tertentu, namun jika berbagai hal yang dikaitan dengan agama dikatakan akan mendapatkan respon yang cepat.

Risnawan berharap para penegak hukum dapat bekerja dengan tugas sesuai fungsinya. Dan selaku mahasiswa, pihaknya akan terus monitor dan mendorong anggota dewan dan instansi terkait mengawal kasus tersebut sampai tuntas.

“Ibu Desak Made ini mengundang keributan, dengan ceramahnya tersebut menunjukkan dia intoleran, provokatif, dan mengancam keutuhan bangsa. Dalam memahami ajaran agama yang kurang tentu seorang dapat terjebak dalam pemahamn keliru dan akan memicu perpecahan,” ungkapnya.

Sementara Ketua Komisi I Nyoman Adnyana menegaskan kasus ini memang menjadi ranah Komisi I yaitu bidang hukum, aset dan perizinan. Menurutnya, memang kasus seperti yang dilakukan Desa Dharmawati sepatutnya dibawa ke ranah hukum. “Kami sudah bersikap terhadap persoalan ini. Pertama kali menekankan, itu pelanggaran hukum dalam statemennya,” tegas Adnyana.

Mesti sebelumnya sudah ada upaya Desak Dharmawati untuk membuat pernyataan dan permohonan maaf di hadapan tokoh Hindu di pusat, Adnyana menyebutkan permohonan maaf tidak akan bisa mengapus perbuatannya, memang maaf diterima namun hukum tetap berjalan. “Kalau segala sesuatu bisa diselesaikan dengan materai Rp 10 ribu, mungkin materai akan laris. Kemana-mana bawa materai, salah ngomong langsung nempel materai,” paparnya.

Pihaknya menegaskan, jika penanganan proses hukum kasus ini nantinya diproses lambat dan ada yang memperlambat, maka tidak segan-segan pihaknya di Komisi I akan mengundang instansi terkait.
“Apabila lambat dari penegak hukum, atau ada yang memperlambat, dan mengulur waktu akan kami undang itu instansinya,” tegas Adnyana.

Lebih jauh Adnyana mengutarakan, terkait Desak Dharmawati yang sudah pindah agama, semua orang tentunya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun yang dipermasalahkan adalah pindah agama namun menjelek jelekan agama asal yang bersangkutan, ini yang menjadi hati masyarakat khususnya umat Hindu Bali sakit.

“Maka kami mendukung proses hukum dilanjutkan, mendukung kepolisian dalam mejalankan tugasnya. Selain itu masyarakat agar tetap dalam kondisi kondusif,” pungkasnya. (Red)