Cerita dr. I Made Mardika Sewindu Dampingi Wapres Boediono dan JK
DENPASAR-DiariBali
Mendapatkan kesempatan bekerja di Istana Negara sebagai pembantu Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) adalah impian setiap warga negara. Namun sayang, peluang ini sangat terbatas karena seleksi yang sangat ketat di setiap bidangnya. Banyak posisi yang tersedia, misalnya sebagai pasukan pengawalan, ajudan, staf khusus, menteri hingga menjadi dokter kepresidenan.
Kolonel CKM dr. I Made Mardika, SpPD., MARS, FINASIM, adalah prajurit Angkatan Darat yang berhasil mendapatkan pengalaman langka tersebut. Mardika yang saat ini menjabat Kepala Kesehatan Kodam (Kakesdam) IX Udayana pernah menjadi dokter Keprisedenan era Presiden Susilo Bambang Yodhoyono dan Wapres Boediono (2009-2014).
Tugasnya berlanjut saat pasangan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla (JK) menjabat sebagai pasangan nomor satu di negeri ini (2014-2019). Kegemilangannya mengawal kondisi kesehatan Boediono membuatnya terpilih kembali mengawal kesehatan Jusuf Kalla sekitar tiga tahun.
Sehingga Mardika punya pengalaman delapan tahun atau sewindu di dekat dua wapres berbeda. Ditemui di ruang kerjanya di Kantor Kesdam IX Udayana, beberapa waktu lalu, pria yang kerap disapa dokter Made oleh Jusuf Kalla ini dengan senang hati berbagi pengalamannya.
Kedekatannya dengan dua wapres tersebut semakin erat karena perwira tiga melati di pundak ini dipercaya menjadi dokter pribadi mereka masing-masing di samping tugas pokok sebagai Dokter Kepresidenan.
Mardika mengaku sangat beruntung bisa mendampingi dua wapres berbeda hingga masa jabatan mereka berakhir. “Tentu lebih banyak suka-nya. Bisa ikut kunjungan kerja ke seluruh daerah dan luar negeri, keluar-masuk Istana Negara, dan yang pasti prestise sebagai satu-satunya dokter tentara dari Bali di antara empat personel,” kata Mardika saat ditanya suka-duka menjadi Dokter Kepresidenan.
Bersama empat koleganya, Mardika secara bergantian berada di dekat Wapres RI selama 24 jam. Selain memeriksa secara rutin Kesehatan RI2, tim dokter juga memastikan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi wapres aman dari ancaman bahaya. Mardika dengan sigap mengecek kandungan makanan setelah dibawakan sampel oleh Pasukan Pengawalan Presiden (Paspampres) bagian “food security”.
Mardika menganggap, menjadi dokter sekaligus prajurit adalah jalan hidupnya. Setelah menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Denpasar tahun 1986, ia berhasil diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan lulus tahun 1993.
Ia sempat berpikir untuk bekerja di rumah sakit di Bali sambil membuka praktik mandiri. Menjadi tentara bukanlah cita-cita awalnya. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan juga yang menentukan. Begitu mendengar informasi dibukanya seleksi Sekolah Perwira Prajurit Karir (SEPA PK) TNI AD, dr. Made Mardika mendaftarkan dirinya dan berhasil lolos seleksi. Selanjutnya, ia mengikuti pendidikan di Kodiklat TNI AL selama tujuh bulan di Kota Surabaya.
Setelah berpangkat Letnan Dua (Letda) dari Kecabangan Corps Kesehatan Militer (CKM), Mardika menjalani tugas perdana di Kesdam V Brawijaya. Kota Malang dan Madiun memberi kesan tersendiri. Ya, di Kota Pecel itulah Mardika menemukan jodohnya yang juga anggota Kowad yang sekarang berpangkat sama dengan dirinya, Kolonel Ckm (K) Risma Sinaga, SKM. Pasangan unik, suami-istri berpangkat Kolonel.
Mardika melanjutkan, tahun 1997 dia dimutasi dari Kodam V Brawijaya. Petualangan karirnya di dunia militer memasuki babak baru dengan menjelajah Timor Timur. Di sela kesibukannya, ia tetap meningkatkan kompetensi kedokterannya dengan melanjutkan pendidikan Spesialis Penyakit Dalam (SpPD) di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Mardika juga menjadi saksi bencana alam maha besar Tsunami Aceh, sebab setelah lulus SpPD, ia dimutasi ke Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh tahun 2004. Lagi lagi ia mendapat pengalaman berharga bekerja di kapal rumah sakit USNS Mercy milik Amerika Serikat yang berlabuh sekian mill lepas pantai Aceh. Kapal rumah sakit itu dikirim oleh pemerintah Amerika Serikat untuk visi sosial di Aceh.
Karir Mardika kian moncer. Tahun 2008 untuk kali pertama ia dipercaya menjabat Kepala Rumah Sakit Tingkat IV di Lhokseumawe. “Tahun 2009 saya dipanggil ke Jakarta ditawari jadi dokter pribadi Wapres merangkap tim Dokter Kepresidenan. Sebagai prajurit saya jawab siap,” kenangnya.
Meski pun dinilai layak oleh atasannya, Mardika harus melewati seleksi tahap akhir, yakni keputusan dari Obyek (Wapres). “Jadi kita diantar ketemu langsung dengan Obyek. Kalau Obyek menolak, berarti kita gak lolos,” jelasnya.
Sukses mengawal kedua wapres tersebut, Mardika melanjutkan petualangannya sebagai Kepala Rumah Sakit TK II Pelamonia, Makassar, Wilayah Kodam Hasanuddin dari 2016 sampai Januari 2020, sebelum akhirnya mengemban amanat sebagai Kakesdam IX Udayana.
“Penugasan saya ke Makassar persis setelah pulang dari mendampingi Pak Jusuf Kalla ke Mayo Clinic di Rochester, USA. ‘Beliau bilang; rumah sakit di sini bersih ya, bisa dicontoh’. Ya itu mulainya akhirnya saya jadi Kepala Rumah Sakit Tk II Pelamonia Makassar November 2016,” ungkap Mardika.
Kenangan menjadi dokter pribadi dua wapres merangkap dokter pribadinya adalah kenangan yang selalu terukir dalam perjalanan hidup Mardika. Menurutnya, kedekatan dengan kedua pemimpin bangsa itu masih terjalin hingga sekarang. Sanak saudara kedua Obyek yang pernah ia kawal juga mengenal Dokter Made dengan baik. “Kadang kalau ada keluarga beliau ke Bali, sering ngabarin saya,” jelas perwira yang dikenal dekat dengan insan pers ini.(TIM)